Mengawali 2021 dengan Belajar Decluttering Buku

Ilustrasi decluttering (dok. seattlegreencleaningfairy.com)
Tak terasa tahun 2021 sudah berlangsung selama seminggu. Memasuki tahun baru, saya mengawalinya dengan sebuah kegiatan yang jarang saya lakukan, yakni decluttering

Bagi yang kenal dengan Marie Kondo, seorang konsultan tata ruang asal Jepang yang terkenal dengan prinsip hidup minimalis dan metode konmarinya tentu sudah enggak asing dengan istilah decluttering. Menurut kamus Oxford, decluttering yang berasal dari kata declutter sendiri berarti to remove things you do not need from a place, in order to make it more pleasant and more useful. 

marie-kondo
Marie Kondo, konsultan tata ruang dari Jepang (dok. people.com)
Dengan kata lain, decluttering adalah tindakan mengurangi jumlah barang yang kita miliki agar barang tersebut lebih berguna dan kita dapat hidup lebih nyaman. Biasanya seseorang melakukan decluttering karena barang-barang tersebut sudah tidak digunakan lagi atau jumlah barang yang dimiliki sudah terlalu banyak sehingga memakan tempat ruang penyimpanan.

Sebagai orang yang memperoleh kepuasan batin ketika memiliki barang dalam jumlah banyak, saya suka mengoleksi barang tertentu seperti buku, mainan dan DVD. Semakin banyak barang yang saya miliki, semakin senang dan puaslah saya. Maka dari itu saya punya banyak sekali benda di rumah khususnya buku karena saya suka membaca buku.

Namun setelah saya mengecek satu per satu buku yang saya miliki, saya baru sadar bahwa buku saya sudah kebanyakan dan ternyata tidak semua buku yang saya koleksi adalah buku yang saya butuhkan. Faktanya, sebagian buku yang saya miliki adalah buku-buku yang tidak relevan dengan minat dan keahlian saya.

Bayangin aja, saya tidak bekerja di Kementerian Desa, bukan kades, bukan pula sekdes atau pengurus desa sama sekali. Tapi ternyata saya punya "Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa" dong xD

Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa, salah satu buku yang tidak saya butuhkan yang saya miliki (dokpri)
Saya bukan peneliti yang bergerak dalam perlindungan anak. Tapi saya punya buku laporan pencatatan kelahiran dan kematian dong.

Itu beberapa contoh di antaranya. Buku-buku tersebut bukan buku-buku yang relevan dengan kehidupan saya. 

Apakah bukunya tidak bermanfaat? Tentu saja bukunya sangat bermanfaat. Namun karena bukunya 'berat', maka sebermanfaat apapun buku-buku tersebut, enggak bakal kepake sama saya karena saya tidak terjun di bidang tersebut.

Saya tentu tertarik mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan wawasan yang tidak ada kaitannya dengan bidang yang saya tekuni seperti tentang pedesaan dan informasi tentang kelahiran dan kematian. Namun ya sebatas mengetahui dasarnya aja. 

Saya tidak perlu menguasainya hingga dalam karena saya tidak terjun di bidang tersebut. Apalagi kalau bukunya berat-berat seperti di atas, saya tidak akan membacanya karena keburu bosen duluan. Selain itu, masih banyak pula buku yang belum saya baca.

Kok bisa punya buku-buku kayak gitu? 

Jawabannya karena saya mendapatkannya dari acara-acara yang saya hadiri. Saya sering diundang untuk menghadiri sebuah acara, baik sebagai blogger ataupun pribadi. Di acara tersebut tak jarang penyelenggara acara memberikan goodie bag berisikan buku. Kalau buku-buku ringan sih masih mending. Sebagian besar buku yang saya dapatkan justru malah buku-buku yang berat seperti laporan penelitian, prosiding, majalah perusahaan, majalah institusi dll. 

Namanya dikasih tentu enggak mungkin nolak dong. Alhasil saya bawa pulang buku-buku yang diberikan. Saya simpan di dalam lemari. Kali aja suatu hari nanti saya baca. Tapi begitu saya cek kembali belakangan ini, saya pun baru sadar bahwa sebenarnya saya enggak butuh sama sekali dengan buku tersebut. Mau seberkualitas dan semahal apapun bukunya, enggak bakal kepake sama saya.

Selain dikasih oleh panitia acara, saya juga punya buku-buku yang enggak dibutuhkan karena dulu saya punya kebiasaan dalam mengambil buku-buku gratisan yang disediakan di acara tertentu. Pameran buku misalnya.

Kadang di acara-acara tertentu tersedia buku gratis yang dapat diambil oleh pengunjung. Dulu saya berpikir bawa pulang aja dulu, kali aja nanti dibaca. Saya kumpulin satu per satu, eh gak sadar bahwa ternyata buku yang saya koleksi secara gratis udah banyak padahal sebenarnya bukan buku-buku yang saya butuhkan. Sama-sama dapat di suatu acara sih intinya. Tapi bedanya, yang satu adalah inisiatif panitia buat dikasih ke pengunjung, satu lagi adalah inisiatif saya sendiri buat ngambil karena gratisan.

Terakhir, saya memiliki buku-buku tersebut karena saya terlalu terbawa nafsu saat membelinya ketika pameran padahal saya tidak terlalu suka atau tidak terlalu membutuhkannya. Terkadang, saya juga mendapatkan buku-buku yang tidak relevan karena merupakan hadiah dari lomba menulis yang saya ikuti.

Nah, karena saya punya buku-buku yang enggak saya butuhkan, maka saya pun kepikiran untuk melakukan decluttering. Selain agar bukunya dapat lebih bermanfaat bagi orang lain, tujuannya juga agar ruang penyimpanan buku di rumah saya menjadi lebih lega.

Saya membagi tiga kategori pada buku yang saya kurangi. Pertama, buku-buku yang tidak pernah saya baca karena tidak relevan dengan minat atau kehidupan saya. Biasanya bukunya tuh buku-buku berat. Buku bantu pengelolaan dana desa seperti yang saya sebutkan di atas misalnya.

Kedua, buku-buku yang pernah saya baca namun saya merasa tidak ada masalah jika dihibahkan. Alasan utamanya sih biasanya karena buku tersebut tidak memiliki ikatan memori dengan saya. Kualitasnya bisa saja bagus, namun bukan buku favorit. Jadi kalau dikasih ke orang lain, it's okay. 

Ketiga, buku-buku yang sebenarnya berkaitan dengan minat saya namun saya belum pernah membacanya. Saya merasa tidak akan sempat menyisihkan waktu untuk membacanya karena ada buku-buku lain yang lebih penting atau lebih layak dibaca terlebih dahulu.

Apa yang Saya Lakukan?

Setelah cerita tentang latar belakang melakukan decluttering, pada bagian ini saya ingin berbagi tentang apa yang saya lakukan dalam mengurangi jumlah buku di rumah saya. Soalnya kalau teori doang percuma. Praktek justru lebih penting. 
 
Apa saja yang telah saya lakukan? Nah, berikut adalah beberapa caranya:

1. Menghibahkannya ke Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Imeri

Salah satu cara yang saya lakukan dalam melakukan decluttering buku adalah dengan menghibahkannya ke Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Sebenarnya saya sempat berencana melakukannya pada Juli 2020. Saya bahkan sempat bertanya kepada admin twitter Perpusnas tentang bagaimana caranya memberikan buku kepada Perpusnas dan adminnya sempat memberikan kontak orang sana. Namun berhubung saya mager mulu, akhirnya saya baru sempat melakukannya pada awal 2021. 

Semula saya mengira bahwa pemberian buku dilakukan di Perpusnas yang terletak di Medan Merdeka Selatan. Saya pun bahkan sempat berencana untuk datang ke sana. 

Untungnya, saya bertanya ke mbak Kiki dari Blomil yang memiliki relasi dengan orang perpusnas terlebih dahulu. Dari mbak Kiki saya baru tahu bahwa ternyata untuk memberikan buku, tempatnya itu bukan di Perpusnas Medan Merdeka Selatan yang ada di dekat Monas, melainkan Perpusnas Salemba yang terletak di dekat Kemensos. 

perpusnas-salemba
Perpusnas Salemba (dokpri)
Mbak Kiki menjelaskan bahwa Perpusnas Medan Merdeka Selatan adalah perpusnas untuk pelayanan publik. Sementara Perpusnas Salemba ibarat dapurnya. Jadi kalau kita mau baca buku, kita berkunjung ke Medan Merdeka Selatan. Tapi kalau mau kasih buku untuk koleksi, kita berkunjung ke Salemba. Untung nanya dulu. Jadinya tidak salah alamat deh.

Saya pergi ke Perpusnas Salemba pada Selasa, 5 Januari 2020 dengan membawa sekitar 12-15 buku. Beberapa di antaranya adalah 3 judul buku yang saya sebutkan di atas, tabloid Bola terbitan tahun 2013, kamus Oxford (saya punya 2), buku pedoman membentuk forum anak dan 3 buah buku UU tentang perlindungan anak.

Akses perpusnas Salemba via transportasi terbilang mudah. Untuk sampai di sana, kita bisa naik transjakarta dan turun di Halte RS Carolus. Jalan sebentar, kita pun akan tiba di Perpusnas Salemba. Namun sebelum sampai di sana, saya menghibahkan 4 buah buku bertemakan kesehatan ke Perpustakaan Imeri terlebih dahulu. Kebetulan jalannya searah dan ada teman saya yang bekerja di sana.

Perpusnas Salemba memiliki beberapa gedung. Namun jika ingin menghibahkan buku, kita harus mampir ke Lantai 2 Gedung D bagian akuisisi. Gedungnya mudah dikenali karena terdapat kanopi biru di depannya. Masuk ke dalam gedung kemudian belok ke kiri, maka itulah gedung D berada.

perpusnas-salemba
Masuk ke dalam kemudian belok kiri, maka di situlah gedung D Perpusnas Salemba berada (dokpri)

bidang-akuisisi-perpusnas-salemba
Ruangan Bidang Akuisisi Perpusnas Salemba (dokpri)
Setibanya di sana, saya bertemu dengan salah seorang staf perpusnas berkacamata bernama Reza. Ia menyambut kedatangan saya dengan baik dan menerima tujuan saya memberikan buku dengan terbuka. Awalnya saya kira untuk memberikan buku ya sebatas kasih buku aja, ternyata prosesnya tidak seperti itu.

Setelah menunjukkan buku-buku yang hendak saya berikan, mas Reza meminta saya menuliskan data diri berupa nama, nomor hape dan alamat. Ia pergi sejenak kemudian menghampiri saya kembali sembari membawa 4 lembar kertas yang telah dicetak bertuliskan data yang saya tulis tersebut. 

Beberapa buku yang saya hibahkan untuk Perpusnas (dokpri)
Kertas tersebut memiliki 3 kolom berisikan identitas buku seperti judul buku, kuantitas buku dan harga. Mas Reza menjelaskan kolom harga yang tertera di kertas tidak berarti saya memberikan uang ke perpusnas atau sebaliknya. 

Kolom harga yang tertulis berarti harga estimasi buku yang dijual di pasaran. Kolom harga dimasukkan karena perpusnas adalah milik pemerintah sehingga apapun barang yang dimilikinya adalah aset negara. 

Untuk mengetahui berapa jumlah aset negara yang dimiliki melalui perpusnas, untuk itulah setiap benda harus dicatat nominalnya. Wah, seketika saya merasa heroik karena tindakan saya dalam memberikan buku sama saja dengan berkontribusi menambah total aset negara. Wkwk

Kolom harga tidak diisi oleh pemberi hibah, melainkan oleh staf perpus Salemba. Setelah menjelaskan sekilas, staf perpusnas tersebut kemudian meminta saya untuk menandatangani 4 rangkap kertas yang diberikan untuk laporan atau dokumentasi.   

Pada saat bersamaan, saya bertanya kepada staf Pusnas apakah buku-buku yang diberikan hanya disalurkan ke Perpusnas saja atau apa ke Perpus Daerah juga. Ia menjelaskan bahwa buku juga akan disalurkan ke perpustakaan daerah, namun tergantung kebutuhan. 

Jika perpusnas lebih butuh, maka bukunya akan menjadi koleksi perpusnas. Namun jika tidak, maka akan disalurkan ke perpustakaan daerah. Seketika saya merasa senang karena penyebaran bukunya menjadi luas.

Saya juga sempat bertanya apakah kita bisa mengirimkan buku via pos atau ekspedisi. Soalnya jujur, bakal repot kalau harus datang langsung untuk memberikan buku. 

Alhamdulillah, jawabannya ternyata bisa. Jadi kita enggak perlu capek-capek ke Perpus Salemba untuk kasih buku. Cukup kirim via ekspedisi aja, kita pun sudah mendonasikan buku yang kita punya. Semua jenis buku diterima (termasuk komik), kecuali buku kegiatan yang diisi/ditulis oleh anak-anak.

Setelah memberikan buku, saya merasa lega bukan main. Mungkin belum tentu ada yang baca, namun seenggaknya peluang buku yang saya berikan untuk dimanfaatkan oleh orang-orang yang membutuhkan lebih besar. Saya juga merasa lega karena ruang penyimpanan buku di rumah saya menjadi lebih leluasa.

Sepulangnya dari Perpus Salemba, seorang staf mengirimi saya pesan WA tentang alamat Perpustakaan Nasional sembari mengucapkan terima kasih atas buku yang saya berikan. Ini dia alamatnya:

Perpustakaan Nasional RI

Unit Pengembangan Koleksi, Gedung D Lt. 2, 

Jl. Salemba Raya 28A, Senen, Jakarta Pusat 10430

Mungkin bukan saya saja yang ingin mendonasikan buku. Saya rasa ada banyak orang lain juga yang ingin melakukannya. Nah, bagi teman-teman yang ingin menghibahkan bukunya ke Perpusnas namun tidak sempat datang langsung, bisa mengirimkannya juga ke sana. 

2. Melungsurkannya ke Orang Lain via Sosmed Pribadi

Selain menghibahkan ke perpustakaan, awal tahun saya juga melakukan decluttering dengan cara melungsurkannya kepada orang lain via sosial media pribadi pada 5-6 Januari 2021. 
 
Mula-mula saya foto terlebih dahulu buku-buku apa saja yang ingin saya lungsurkan. Saya posting fotonya di IG stories lengkap dengan penjelasan singkat tentang kondisi buku. Kemudian bagi yang berminat dapat mengirimkan DM kepada saya secara langsung. 
decluttering-buku
Salah satu contoh postingan saya di IG (dokpri)
Saya tidak menetapkan harga pada buku yang saya lungsurkan. Semuanya gratis, kecuali ongkir karena ditanggung penerima. Selain takut kerepotan kalau peminatnya terlalu banyak (apalagi kalau harus kirim ke luar Jabodetabek), ini juga sebagai bukti komitmen bahwa si penerima benar-benar menginginkan atau membutuhkan buku yang hendak saya lungsurkan.

Berbeda dengan hibah untuk perpusnas yang sebagian besar adalah buku-buku berat seperti prosiding dan laporan penelitian, buku yang saya lungsurkan via sosmed justru lebih ringan dan variatif. Ada buku panduan mengedit video lewat adobe premier, buku pelajaran bahasa Inggris, agama, novel bahkan hingga komik. Sebagian buku telah saya baca, sebagian lagi belum pernah sama sekali.

Alhamdulillah, beberapa jam setelah diposting, ada saja teman IG yang berminat untuk 'mengadopsi' buku-buku yang saya tawarkan. Enggak semua buku sih, tapi seenggaknya ada 5 teman yang mengirimkan pesan pribadi dan bilang bahwa mereka berminat. Yeay!
decluttering-buku
Salah seorang teman yang berminat mengirimkan DM saat saya memposting buku-buku untuk dilungsurkan (dokpri)

3. Melungsurkannya ke Orang Lain via Grup Khusus Buku Lungsuran

Tak hanya via sosmed pribadi, saya juga melungsurkan buku ke orang lain via grup khusus di facebook. Grup tersebut bernama "Buku Lungsuran" yang diciptakan oleh ka Ayu (Adinda Bintari). Menurut saya grup ini bagus banget karena dapat mempermudah akses masyarakat dalam memperoleh buku. 
decluttering-buku
Grup Buku Lungsuran di facebook (dokpri)
Sesuai namanya, di sana setiap anggota dapat mempromosikan buku masing-masing untuk dilungsurkan beserta penjelasan seperti apakah ongkirnya ditanggung penerima atau gratis dan buku tersebut dikirim dari mana. Jika ada yang berminat, bisa komen di kolom komentar.

Saya bergabung di grup tersebut sejak tahun lalu karena diundang oleh ka Ayu. Sejak itu saya sudah berhasil melungsurkan buku sebanyak 3 buah. Setelah lama tidak mempromosikan buku untuk dilungsurkan, pada awal tahun (5 Januari 2021) saya mencobanya kembali. 
 
Dari 4 buku yang saya posting, seseorang tertarik dengan salah satu buku milik saya yakni buku pelajaran bahasa Inggris keluaran LPIA (Lembaga Pendidikan Indonesia-Amerika) beserta Audio CD. Untuk memudahkan pengiriman dan transaksi ongkir, percakapan kemudian berlanjut ke inbox facebook. Saya pun merasa bersyukur setidaknya ada 1 buku milik saya yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
decluttering-buku
Salah satu paket berisikan buku yang hendak saya kirim ke seorang peminat via Grup Buku Lungsuran (dokpri)

Awal 2021 adalah awal saya belajar untuk melakukan decluttering. Sebenarnya sih bukan untuk pertama kalinya. Soalnya tahun lalu saya telah melakukannya dengan menghibahkan sejumlah buku ke rak buku yang ada di Stasiun Palmerah dan melungsurkan buku di grup "Buku Lungsuran".  
 
Tak hanya decluttering buku, tahun lalu saya juga sempat berdonasi mainan via komunitas Ketapels dan membuang puluhan tempat CD playstation yang kosong yang disimpan di lemari. Sudah dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya. Namun jika bicara soal belajar lebih baik lagi, saya ingin memulainya pada tahun ini.
 
Oh ya, meski saya telah menerapkan tindakan mengurangi barang, saya enggak anti sama sekali dengan kegiatan menambah barang loh ya. Dalam artian, dengan menghibahkan atau melungsurkan buku tidak berarti saya berhenti untuk beli buku sama sekali. 
 
Ke depannya saya tetap akan beli buku karena saya enggak pengen ketinggalan dalam perkembangan buku yang begitu dinamis. Sementara untuk benda-benda tertentu seperti pakaian mungkin akan lebih saya batasi pembeliannya.
 
Poin yang ingin saya terapkan adalah mengurangi benda-benda yang tidak dibutuhkan. Jika akhirnya nanti buku yang saya beli tidak lagi saya butuhkan, tak masalah jika saya akan menghibahkan atau melungsurkannya kembali. 
 
Mengawali 2021, saya telah mencoba decluttering dan merasa bahagia ketika ruang penyimpanan di rumah saya menjadi lebih lega dan barang-barang yang saya miliki dapat bermanfaat bagi orang lain. Bagaimana jika kamu mencobanya juga?

Comments

  1. Selama ini aku kira kalau mau donasi buku langsung ke perpusnas yang ada di Medan Merdeka Selatan loh. Makasi informasinya yaaa...

    ReplyDelete

Post a Comment