Ulasan "Say Hello to Yellow", Saat Gadis Kuning dari Kota Pindah ke Desa

Say Hello to Yellow
Pembukaan Say Hello to Yellow (dok. BW Purbanegara)

Apa yang terjadi jika seorang anak yang tumbuh dan besar di kota pindah ke desa?

Itulah yang tergambar dalam "Say Hello to Yellow" garapan BW Purba Negara. Film yang tayang di TVRI semalam (17 September 2020) dalam rangkaian "Jadwal Belajar dari Rumah" ini bercerita tentang Risma, seorang anak SD yang harus pindah dari kota Semarang ke sebuah desa di Gunung Kidul karena mengikuti latar belakang ibunya yang berprofesi sebagai bidan.

Pembukaan film ini terbilang menarik karena diawali dengan adegan sebuah tangan yang memakai gelang kuning menggoyang-goyangkan sebuah ponsel berwarna kuning ke atas. Ponsel tersebut dikeluarkan oleh seorang anak perempuan melalui jendela dari dalam mobil yang sedang berjalan sembari diikuti dengan ucapan, "Aduh, kok enggak ada sinyal sih?"  

Setelah diperlihatkan adegan sebuah mobil berjalan dan pemandangan di sekitarnya, penonton kemudian diajak melihat kawanan anak kecil sedang bermain di pinggir pantai. Salah satu anak menemukan sebuah benda tergeletak di jalan di dekatnya. Ternyata benda itu adalah komik "Buddha" karya Osamu Tezuka dengan nama "Risma" tertulis di sampulnya.

Penonton kemudian menyadari bahwa anak perempuan yang mengeluh di dalam mobil dan pemilik buku Buddha yang hilang adalah orang yang sama. Dialah Risma, anak seorang bidan yang baru saja pindah dari Semarang ke sebuah desa di Gunung Kidul. Inilah yang akan menjadi benang merah dari film ini.

Sesuai judulnya 'yellow', Risma adalah penggemar warna kuning. Ia senantiasa memakai aksesoris serba berwarna kuning, mulai dari ikat rambut, bando, jam tangan, tas bahkan hingga sarung ponsel pintarnya.

Ada salah satu adegan menarik dalam film ini. Saat itu Risma bercerita kepada ibunya tentang pengalamannya masuk ke sekolah baru. Ia bercerita, "Ada yang lucu deh ma. Tadi pas pertama kali Risma dateng, terus Risma ngeluarin hape. Semua orang pada ngeliatin gitu. Masa cuman ngeliat hape aja pada heran?".  Ia kemudian bercerita bahwa anak-anak desa ketinggalan zaman karena belum melihat ponsel.

Risma merasa dirinya lebih dibandingkan orang lain. Namun sebenarnya Risma adalah representasi dari orang yang insekyur, begitulah kalau kata anak jaman sekarang. Saking insekyur-nya, Risma sampai harus mengeluarkan ponsel dan berpura-pura menelepon seseorang untuk menarik perhatian teman-temannya yang lain, padahal tidak ada sinyal sama sekali di area sekolah. Ia melakukannya karena ia tidak percaya diri untuk bergaul dengan teman-temannya yang berasal dari desa. 

Sebagai anak kota, Risma bagaikan katak dalam tempurung. Ia mengira bahwa hanya anak kota saja yang telah mengenal ponsel padahal kenyataannya tidak demikian. Banyak teman Risma di desa yang telah mengenal ponsel namun mereka biasa saja. Pada akhirnya, Risma belajar bahwa gawai tidak semata dapat mendekatkan yang jauh, namun justru menjauhkan yang dekat.

Terlepas dari kekurangannya, Risma sebenarnya punya poin positif yang bisa kita ambil sebagai penonton. Ia berhasil membuat pencitraan (branding) terhadap dirinya sendiri sejak dini. Ia mampu menjawab pertanyaan "Ingin dikenal sebagai apa" yang tidak semua orang dewasa mampu menjawabnya.   

Saya akui, film pendek ini amat menghibur. Ceritanya ringan namun tetap memiliki pesan yang sesuai dengan kondisi zaman sekarang. Namun ada satu pertanyaan yang mengganjal. Kenapa judulnya harus berbahasa Inggris?

Comments

  1. wah kok unik filmnyaa...kemarin aku juga sempet nonton yang film pendek judulnya rena Asih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya menarik ka filmnya. Rena Asih juga bagus filmnya. Semalem aku nonton juga kak.

      Delete
  2. Biar keren aja judulnya 😄. Sutradaranya la pembuat film Ziarah dan Doremi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkwkw makanya judulnya berbahasa Inggris ya biar keren. Wah, iya baru engeh ternyata dia sutradara Ziarah juga.

      Delete
  3. Waah aku jd pengen nonton filmnya. Td cek dari YouTube, ternyata BW purba negara ada accountnya, dan dia upload di YT dia. Aku nonton ntr, bareng anak2 :).

    Dari dulu LBH suka liat film2 pendek gini. Ceritanya ga kemana2 dan padat isi :).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ka. Kebetulan sutradaranya juga unggah filmnya di youtube. Jadi bisa dinikmati sama masyarakat umum juga. Salut ya ka. Meski durasinya pendek tapi berisi 😀

      Delete

Post a Comment