4 Cara Saya dalam Merawat Keberagaman di Indonesia

Sebagai bangsa Indonesia, kita patut bersyukur karena terlahir sebagai bangsa yang majemuk.  Bangsa kita terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama yang amat beragam. Saking beragamnya, tercatat ada sekitar 1331 kelompok suku di Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Indonesia adalah bangsa yang beragam (dokpri)
Keberagaman ini adalah suatu anugerah karena tidak semua negara memilikinya. Namun hal ini tidak akan berarti apa-apa jika kita menyia-nyiakannya begitu saja. Perpecahan menjadi ancaman yang dapat terjadi suatu waktu. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk senantiasa menjaganya agar bangsa kita tetap utuh di kemudian hari.

Setiap orang punya caranya masing-masing dalam merawat keberagaman, termasuk dengan saya. Nah, melalui tulisan ini saya ingin berbagi tentang bagaimana cara yang saya lakukan dalam merawat keberagaman di Indonesia. Inilah 4 cara yang saya terapkan:

1. Lebih bijak dalam menggunakan media sosial

Era internet of things seperti sekarang bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi dapat mempersatukan kita. Berkat kecanggihan teknologi, kita dapat memperoleh informasi seputar kearifan lokal suatu masyarakat sehingga membantu kita untuk saling memahami. Berkat kecanggihan teknologi pula, kita dapat saling terhubung dengan saudara kita di daerah lain. 

Namun di sisi lain, era internet of things justru menjadi bumerang yang dapat memecah belah persatuan. Semakin canggihnya teknologi, semakin canggih pula cara yang dilakukan oknum-oknum pemecah belah bangsa dalam menyebarkan berita bohong di internet demi kepentingannya sendiri. Faktanya, tidak sedikit orang yang tersandung kasus karena postingannya bernada SARA menyulut banyak orang di media sosial.

Pada April 2019 lalu seorang pria bernama Arif Kurniawan Radjasa diringkus oleh Polda Jawa Timur karena memposting ujaran kebencian dan hoax terkait SARA. Sementara itu pada Juli 2019 lalu pemilik akun instagram @rif_opposite harus berhadapan dengan hukum karena konten-konten sosial medianya memuat hoax terkait SARA.

Menjaga persatuan adalah hal mutlak untuk kita tegakkan. Nah, di tengah-tengah banjirnya informasi seperti saat ini, maka cara termudah yang saya lakukan dalam merawat keberagaman adalah dengan bijak dalam menggunakan media sosial. Tak bisa dipungkiri, postingan media sosial dapat menjadi jalan termudah dalam perpecahan suatu bangsa.

(dok. digitalmarketingschool.id)

Oleh karena itu, saya memutuskan untuk memosting hal-hal yang positif saja di media sosial. Ketika saya menemukan suatu postingan yang bermuatan SARA, saya tidak akan asal menyebarkannya di media sosial pribadi. Saya akan kroscek terlebih dahulu kebenarannya karena tidak semua postingan di internet dapat dipercaya.

Jika terbukti hoax, maka postingan tersebut cukup sampai di saya. Saya tidak akan menyebarkannya kepada orang lain karena berita tersebut tidak benar. 

Kalaupun harus posting, saya akan mengklarifikasi bahwa postingan yang beredar adalah hoax agar semakin banyak orang yang tercerahkan. Jika perlu, saya juga akan melaporkan postingan tersebut ke platform tempat postingan itu dimuat agar postingan itu segera dihapus.

Namun jika postingan tersebut benar, saya akan mempertimbangkan nilai kebermanfaatannya. Jika saya sebarkan, saya harus bisa menjawab apakah postingan tersebut akan bermanfaat bagi orang lain atau apa justru memperkeruh keadaan. 

Pada akhirnya, saya menyadari bahwa tidak semua hal perlu dikomentari, apalagi jika saya tidak mengalaminya langsung. Adakalanya menahan diri untuk tidak memosting atau tidak menanggapi sesuatu di media sosial itu lebih baik demi keutuhan bangsa.

2. Berteman dengan siapa saja tanpa membedakan satu sama lain

Selain bijak dalam bermedia sosial, saya juga berupaya merawat keberagaman yang Indonesia miliki dengan memperluas jaringan pertemanan dari latar belakang apapun. Saya sendiri seorang Muslim yang terlahir dari keluarga Jawa-Betawi. Namun saya tidak pernah pilah-pilih teman. Apapun suku, agama dan rasnya, saya berteman tanpa pernah membedakannya satu sama lain. 
Pertemanan lintas suku dan agama di Forum Pemimpin Muda Nasional 2010 (dokpri)
Saya punya teman yang beragama Hindu Bali. Berkat berteman dengannya, saya jadi tahu bahwa orang Hindu tidak mengonsumsi daging sapi sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Pencipta. Jadi ketika suatu hari saya harus bersama dengan teman Hindu, saya tidak akan menawarinya daging sapi.

Saya punya teman seorang Katolik yang berasal dari Manokwari. Berkat berkawan dengannya, saya jadi tahu tentang kebiasaan makan sirih yang biasa dilakukan oleh orang-orang sana. Saya belum pernah ke Manokwari. Namun jika suatu hari nanti saya punya kesempatan ke sana, saya tidak akan kaget dengan tradisi tersebut karena saya telah mengetahuinya terlebih dahulu.

Saya juga punya seorang teman seorang keturunan Tionghoa yang beragama Buddha. Berkat bersahabat dengannya, saya jadi lebih mengerti tentang nilai-nilai ajaran Buddha seperti karma. Jadi ketika suatu hari saya hendak berbuat buruk, saya akan berpikir panjang karena saya tidak ingin mendapatkan karma buruk. 

Saya percaya bahwa semakin beragam teman yang kita miliki, itu semakin baik karena wawasan kita akan bertambah dan sudut pandang kita dalam memandang sesuatu akan semakin luas.
 
Di saat sudut pandang kita jadi lebih luas, di saat itulah kita akan lebih bisa memahami orang yang berbeda dari kita. Kita tidak akan mudah menghakimi apalagi merasa lebih baik dari yang lain. Dengan begitu, tidak ada kebencian di antara kita karena yang ada hanyalah sifat saling menyayangi sesama manusia.

3. Mengunjungi beragam tempat

Demi merawat keberagaman, cara berikutnya yang saya lakukan adalah dengan mengunjungi beragam tempat di Indonesia. Namun tidak asal berkunjung saja, saya juga berupaya untuk memahami cerita dari setiap tempat yang kunjungi dan apa makna dari setiap perjalanan yang saya lakukan. Semakin variatif tempat yang dikunjungi, maka semakin bagus.

Misalnya saja pada 2017. Kala itu saya berkesempatan untuk menyambangi Masjid Baiturrahman yang terletak di Banda Aceh. Dari pengalaman tersebut saya menyadari bahwa Masjid Baiturrahman tak semata saksi bisu tsunami Aceh 2004 saja, melainkan juga saksi bisu perjuangan rakyat Aceh ketika masih dalam zaman pendudukan Belanda. 
 
Masjid Baiturrahaman (dokpri)
Pada 2018 saya juga berkesempatan untuk mampir ke Klenteng Boen Tek Bio yang merupakan klenteng Tionghoa tertua di Tangerang. Sebagai tempat ibadah yang berdiri kokoh di tengah-tengah masyarakat yang mayoritasnya Islam, Boen Tek Bio menjadi bukti tentang betapa terbukanya masyarakat setempat dalam menerima perbedaan karena klenteng tersebut telah ada sejak 1684! 
Boen Tek Bio, klenteng tertua di Tangerang (dokpri)

Kalau bicara soal kuantitas, jujur sebenarnya masih sedikit tempat-tempat di Indonesia yang telah saya kunjungi. Dibanding pelancong lain, pengalaman saya enggak ada apa-apanya. Saya belum pernah ke Pulau Samosir, Derawan, Tana Toraja atau bahkan Raja Ampat.
 
Kendati demikian, saya merasa bersyukur karena masih bisa belajar dari setiap tempat yang saya datang. Keunikan pada setiap tempat di Indonesia yang saya datangi membuat saya belajar bahwa betapa beragamnya Indonesia dan sudah seharusnya kita menjaganya.

4. Menghargai hari raya umat lain

Setiap umat beragama memiliki hari rayanya masing-masing. Ada Islam dengan Idul Fitri dan Idul Adhanya, Kristen dan Katolik dengan natalnya, Buddha dengan waisaknya, Hindu dengan nyepinya dan bahkan umat Tionghoa dengan tahun baru imleknya. Meski berbeda-beda, ada satu persamaan yang pasti. Jika tidak dirayakan dengan sukacita, maka sudah pasti dirayakan dengan penuh khidmat.

Sebagai bentuk toleransi, sudah seharusnya bagi kita untuk saling menghargai perayaan umat satu sama lain. Salah satu cara termudah yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak menganggunya sama sekali. 

Selain itu, kita juga bisa ikut mengucapkannya secara langsung. Jika memungkinkan, tak ada salahnya juga bagi kita untuk datang langsung ke rumah tetangga atau teman yang sedang merayakan hari agama. 

Inilah yang saya dan teman-teman saya lakukan tahun lalu. Pada perayaan Tahun Baru Cina 2571 Kongzii, saya bersama beberapa teman berkunjung ke rumah teman (kakak-beradik) dan larut dalam perayaan tahun baru Cina.

Merayakan Tahun Baru Cina di rumah teman (dokpri)
Sekian tulisan saya. Ini cara saya untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu? Kabarkan/sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba "Indonesia Baik" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.  

Comments

  1. Seru banget ya punya temen yang beragam, selain menambah wawasan juga melatih toleransi kita. Terima kasih yaa sudah menjadi sahabat yang ku jadi banyak belajar juga tentang budaya betawi dan tentunya agama islam.

    ReplyDelete

Post a Comment