Saatnya Bermental Tempe!



http://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Aktivitas/Jelajah-Gizi/Jelajah-Gizi-3-Makanan-Daerah-Yang-Mendunia

 Murah meriah, kaya gizi, terbuat dari kacang kedelai, temannya tahu dan sangat Indonesia, apa hayooo?

Ada yang bisa menebak?

Benar sekali, jawabannya adalah tempe!

Tempe adalah makanan asli Indonesia, berasal dari kacang kedelai yang difermentasi dengan menggunakan ragi tempe atau kapang rhizopus. Tempe disukai oleh berbagai kalangan, baik tua, muda, orang dewasa dan anak kecil dan bisa ditemukan di mana saja. Tidak hanya di warung nasi atau rumah makan saja, tempe juga bisa ditemukan di pinggir jalan!
Yang menarik, penyajian tempe tidak hanya terpaku melalui satu cara saja, melainkan beragam. Hal ini membuat para penggemar tempe tidak akan bosan dalam menyantapnya. Jangankan tempe orek atau tempe disambelin, tempe goreng pun bermacam-macam jenisnya. Ada yang menggunakan tepung dan digoreng hingga kering, ada yang menggunakan tepung dan digoreng setengah matang alias tempe mendoan bahkan ada juga tempe goreng yang tidak menggunakan tepung sama sekali!

Kita pasti mengenal apa itu tempe dan seperti apa bentuknya.  Namun bagaimana dengan sejarahnya? Saya yakin pasti belum banyak yang mengetahunya.

Sejarah Tempe
Berbicara tentang asal-usul dan sejarah tempe, ada baiknya kita mengenal sejarah kacang kedelai terlebih dahulu. Hal itu dikarenakan kacang kedelai dan tempe saling berkaitan. Dijelaskan oleh pakar tempe dari Universitas Gajah Mada, Mary Astuti, ribuan tahun yang lalu, kata kadele (Bahasa Jawa) atau kedelai telah tercatat dalam serat legenda kota Banyuwangi, yakni Serat Sri Tanjung yang ditulis pada abad ke-12 dan 13 dan Serat Centhini yang ditulis oleh R Ng Ronggo Sutrasno pada 1814. Wiiiih, enggak terbayang, kan?

Lantaran bahan pembuatan tempe dan tahu sama, sejarah tempe bisa ditelusuri dengan produksi tahu di Jawa. Tahu sendiri telah diperkenalkan oleh orang Tiongkok pada abad ke-17. Menurut Andreas Maryoto, seorang wartawan spesialis sejarah pangan, tempe berasal dari kedelai buangan pabrik tahu yang kemudian dihinggapi kapang. Ia mengaitkan hal itu karena tempe lain berasal dari limbah seperti tempe gembus dari limbah kacang dan tempe bongkrek dari limbah kelapa. “Bila kemudian tempe kedelai dari kedelai bukan limbah, mungkin itu upgrade saja.” Jelas Andreas.

Menurut Ong, zaman kolonialisme menjadi salah satu faktor terciptanya tempe.Luasnya perkebunan kolonial di Jawa yang membuat wilayah hutan menciut sehingga berdampak pada menu makanan orang Jawa kala itu, terlebih setelah diberlakukannya sistem tanam paksa. Orang Jawa minim makan daging sehingga tempe menjadi sangat vital sebagai makanan penyambung hidup saat itu. Bahkan pada zaman penjajahan Jepang, tempe mampu menyelamatkan para tawanan perang agar terhindar dari disentri dan busung lapar. Maka dari itu Ong mengatakan, “Penemuan tempe adalah sumbangan Jawa pada seni masak dunia. Sayangnya, seperti halnya banyak penemuan makanan sebelum zaman paten, maka penemu tempe pun anonim.”

Bukti bahwa tempe adalah makanan asli Indonesia dan bukan Tiongkok dapat dilihat dari asal muasal katanya. Menurut Mary, tempe berasal dari bahasa Jawa kuno, yakni tumpi atau berarti makanan berwarna putih yang terbuat dari tepung sagu, dan tempe berwarna putih. Dalam Serat Centhini jilid ke-12 kata kedelai dan tempe disebut secara berbarengan: “kadhele tempe srundengan…”. Berbeda dengan Mary, Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia, tempe berasal dari kata tape yang berarti fermentasi dan wadah besar tempat produk fermentasi disebut tempayan.

Kaya Gizi
Tempe boleh saja berharga murah. Namun meski harganya murah meriah, biasanya berkisar Rp 5000-Rp 10.000 untuk satu kotak tempe tergantung ukuran di pasar tradisional dan Rp 1000 untuk sebuah gorengan tempe, jangan sepelekan gizinya. Bagaimanapun, murah atau mahalnya suatu makanan belum tentu menentukan kandungan gizi di dalamnya. Ada makanan yang murah namun gizinya tinggi dan baik, ada juga sebaliknya, makanan yang harganya mahal namun gizinya rendah. Nah, tempe termasuk dalam kategori pertama. Dapat dibeli dengan harga bersahabat namun gizinya cukup baik.

Teman saya, Indah Rahmawati, mahasiswi semester akhir Jurusan Teknologi Pangan Universitas Sahid Jakarta mengatakan, “Kebanyakan orang berpikir kalau protein itu sumbernya dari makanan hewani seperti daging, ayam dan ikan. Akhirnya karena beralasan mahal untuk memenuhi kebutuhan protein, tidak banyak orang yang mengonsumsinya. Padahal protein juga bisa bersumber dari nabati atau makanan yang berasal dari tumbuhan. Tempe salah satunya. Bukan berarti protein hewani tidak penting, namun kita bisa menyiasatinya dengan mengonsumsi tempe.”   

Tempe memiliki berbagai kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Berdasarkan data Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, tempe kaya akan protein nabati dan asam amino. Tempe juga mengandung berbagai jenis vitamin B,  zat besi, zinc, isoflavon, riboflavon, lemak nabati, fosfor, karoten.  Kandungan antibiotika dan antioksidan di dalamnya dapat menyembuhkan infeksi serta mencegah penyakit degeneratif.  

Banyaknya kandungan nutrisi yang terkandung dalam tempe membuat tempe juga dianjurkan sebagai makanan pendamping air susu ibu untuk bayi demi mendukung pertumbuhan bayi. Itu dijelaskan pada penutupan Konferensi Internasional Tempe dan Produk Terkait 2015, pada 17 Februari 2015 di Yogyakarta. Tak tanggung, tidak hanya dari Komisi Ilmu Rekayasa Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) saja, rekomendasi itu juga dating dari Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (Permi), Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan), serta Konsorsium Bioteknologi Indonesia (KBI)!  

Khasiat tempe lainnya adalah tempe dapat digunakan melawan radikal bebas untuk menghambat proses pencernaan dan mencegah berbagai penyakit, menurunkan Kolesterol hingga mengatasi hipertensi. Hal itu dikarenakan tempe mengandung zat antibakteri penyebab diare, seperti yang dikemukakan oleh Prof.dr.Made Astawan, guru besar dari Institut Pertanian Bogor. Kandungan serat dalam tempe cukup tinggi, yaitu sekitar 8-10 pesen. Hal ini berarti dalam setiap 100 gram tempe akan menyumbang sekitar 30 persen dari jumlah serat yang dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari.

Lebih dari itu, tempe juga mampu mengatasi masalah gizi buruk pada bayi dan balita. Itu terangkum dalam buku “Kandungan Gizi dan Bahan Makanan” karya Prof. Made. Konsumsi tempe 150 gram setiap hari selama dua minggu juga terbukti bisa menurunkan Kolesterol total.

Saatnya Bermental Tempe!
Jika Jepang punya sushi, Italia punya pizza, Turki punya kebab, maka Indonesia punya tempe yang menjadi ‘duta’ di negara orang. Dahulu, tempe mungkin hanya dikenal di Indonesia, namun kini tempe sudah tempe telah ‘go international’ di berbagai negara di dunia! Tak hanya di Jepang, bahkan hingga Prancis dan Inggris.

Indonesia patut berbangga memiliki Rustono. Pemuda kelahiran Grobogan, Jawa Tengah itu berhasil “menduniakan” tempe melalui bisnis tempenya di Jepang. Ia sukses menjual tempe ke 490 tempat di Jepang dari Hokkaido sampai Okinawa. Bahkan tak hanya di Jepang, ia juga sudah melebarkan sayap bisnisnya hingga Korea, Meksiko, Hungaria, Prancis dan Polandia. Kisah keberhasilan Rustono dalam berbisnis tempe diliput oleh berbagai media, termasuk media Jepang. Hebat!

Kepopuleran tempe di kancah mancanegara juga tak terlepas dari tangan dingin Ana Larderet. Ia adalah salah satu dalang dibalik terkenalnya tempe di Prancis dan Swiss. Perkenalannya dengan tempe dimulai saat ia kuliah 1 tahun di Universitas Gajah Madja, Yogyakarta. Setibanya di Prancis pada 2011, ia belajar tentang bagaimana pembuatan tempe dengan sahabatnya, Rustono yang memproduksi tempe di Jepang. Sembari kuliah S2 di Swiss, ia menjalankan bisnis tempe. Ia tak menyangka bahwa permintaan akan tempe di sana tinggi dan ternyata tempe cocok dengan lidah Eropa. Tak sampai di sini, usai lulus S2 ia melanjutkan bisnis tempenya di Prancis dengan harga berkisar 4 euro-8 euro (1 euro setara Rp 15.000).

Jika Ana melakukan ‘ekspansi tempe’ di Prancis dan Swiss, maka William Mitchell melakukannya di London, Inggris. Usaha itu dilatarbelakangi karena kesukaannya mengonsumsi tempe saat bekerja Jakarta pada 1995. Setelah belajar membuat tempe di berbagai daerah di Pulau Jawa, ia kembali ke Inggris dan membuka bisnis tempe sejak 2013. Meski pada awalnya ia mengalami kesulitan, namun berkat kerja kerasnya akhirnya tempe dapat diterima oleh orang banyak di Inggris. Yang menarik, William tidak hanya berjualan melalui offline, melainkan juga online, salah satunya lewat facebook.

Tentu saja, pelopor tempe di kancah dunia tidak hanya dilakukan oleh Rustono, Anna dan William. Di luar itu masih banyak lagi, orang Indonesia maupun orang asing yang mempromosikan tempe sebagai makanan asli Indonesia yang memiliki kandungan gizi baik di dunia. Mereka melakukannya melalui cerita, hobi bahkan bisnis.

Yang jelas, ini adalah saatnya kita sebagai orang Indonesia harus bermental tempe. Bukan, yang dimaksud mental tempe di sini bukan berarti bermental lemah. Yang dimaksud bermental tempe di sini adalah bolehlah kita tampak sederhana layaknya tempe, asalkan bermanfaat untuk dunia.

Comments